KOTA MALANG - Prof. Widodo, S.Si., MSi., Ph.D Rektor Universitas Brawijaya mengatakan untuk pencapaian UB menjadi AI & Digital Campus yang menjadi tantangan besar adalah membangun Iklim Riset. Demikian disampaikannya pada hari kedua Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik, Sabtu (11/2/2023).
“Tantangan besarnya adalah membangun iklim riset, ” ujarnya dibsesi tanya jawab setelah memaparkan studi kasus UB dengan tema “Tantangan Pengelolaan PTN BH dalam Meningkatkan Mutu Akademik dan Rekognisi Internasional.
Menurutnya, untuk kasus UB iklim riset ini caranya adalah dengan mengundang ilmuwan yang bisa menularkan iklim riset untuk bisa stay di kampus. Kedua, menambah jumlah mahasiswa PMDSU (Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul). Ketiga, manajemen pendanaan riset.
“Pendanaan riset tidak selalu fokus pada jumlah tapi manajemen pendanaan riset agar diberikan ke orang-orang yang tepat, ” ungkapnya.
Baca juga:
UB dan Densus 88 Deklarasi Anti Radikalisme
|
Keempat, magang staf pengajar ke kampus luar negeri yang bagus risetnya.
Ia menyampaikan kulitas riset ada saat ini di UB belum bagus. Maka untuk mendekatkan ke rekognisi internasional caranya dengan menggunakan Artificial Intellegence (AI).
UB disampaikan Rektor mendeklarasikan diri sebagai AI&Digital Campus.
Kalau mau berkembang harus berkolaborasi salah satunya dengan digital, karena AI sifatnya diverse” ujarnya.
Disampaikan Rektor, pendidikan Digital akan memudahkan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan karena fleksibel dimana saja. Untuk masuk kesitu maka tata kelola dan perangkat harus dipersiapkan.
UB sendiri telah memiliki supercomputer NVIDIA DGX A100. Supercomputer ini dapat dimanfaatkan mahasiswa dan dosen yang memerlukan perangkat komputasi tinggi untuk melaksanakan riset dan publikasi.
Prof Ir Hermawan Kresno Dipojono, MSEE, Ph.D : Kolaborasi Universitas Riset
Ketua Senat Akademik ITB Prof Ir Hermawan Kresno Dipojono, MSEE, Ph.D mengatakan 30 universitas riset di Indonesia harus memperkuat ekosistem penelitian berkualitas. “Jumlah author dilihat di scopus untuk MIT itu 50 kali lipat dari jumlah dosennya. Itu tandanya mereka melakukan kolaborasi, ” tuturnya pada pemaparannya yang berjudul Kolaborasi Indonesia Scientific Empire.
Selain itu ia mengingatkan jika sebuah universitas berani membuka kelas doktoral berarti berani menjadi universitas riset dan implikasinya publikasi yang berkualitas untuk kenaikan jabatan ke LK dan profesor bagi para dosen.
Menurutnya untuk menguatkan riset penting kolaborasi. Ia sendri mengatakan selama 25 tahun ia memiliki tim yang terdiri dari mahasiswa S1, S2, S3 dan staf yang berkolaborasi. Setiap minggu kelompok ini bertemu membahas penelitian. (sitirahma)